jika ini adalah sebuah kisah yg biasa tertuang dalam buku-buku cinta rekaan, maka aku mungkin akan menuliskanya sebagai langit yg ikut mengharu biru menyaksikan bagaimana kisah ini akhirnya terbungkam. Namun tidak, ini bukan kisah cinta yg penuh kebahagiaan, hujan ini juga bukan sebab alam yg ikut dirundung pilu, ini hanya hujan, dan kenyataan bahwa kami masih punya cukup banyak waktu untuk beradu bisu di tepian sungai ini.
Ini adalah tahun keempat sejak hujan dihari itu, hujan yg menjadi titik kelahiran gejolak tak menentu dibatinku, hujan yg telah merenggut perasaan dari hati ini, hujan yg menjadikan aku sebagaimana aku saat ini, dingin dan mati.
Aku telah tersesat oleh rintik rintik hujan yg entah telah berapa ribu kali turun menyapu bumi ini, menutup pandangan hingga aku hanya berputar putar tanpa arah.
Jantungku mungkin masih berdetak, darah pun masih mengalir dalam nadi tubuh ini, dan ya aku masih bernafas. Namun jika hidup tanpa arah dan tujuan aku rasa tidak terbantahkan jika kukatakan aku telah mati.
Aku tidak akan berkisah tentang dia, aku tidak akan bercerita tentang bagaimana mahluk selembut dan seanggun dia mampu menumbangkan jiwa dari seorang dengan watak serta perangai keras sepertiku. Aku telah selesai denganya. Kisah itu telah berlalu.
Kini aku hanya akan bercerita tentang aku dan pertualangan tanpa arah, terombang ambing oleh derasnya ombak kehidupan, Tentang aku yang mencoba menemukan kembali jiwa ini, membangkitkan kembali jiwa yang telah mati ini. Menyusuri liuk liku sungai kehidupan mencoba memungut puing puing hati yang hancur hingga ke muara. Dan kini aku telah berada jauh di tengah lautan. Tersesat hilang bersama hujan.
Kini aku menjadi sebuah biduk kecil yg kehilangan tambatan, dan menjelajah lepas mengarungi lautan. Pada titik ini aku masih tergeletak didermaga sebuah pulau, masih menimang dan menguatkan hati untuk kembali ke lautan lepas. Aku telah salah, berfikir bahwa pulau ini tak berpenghuni, bahkan terlalu bodoh hingga akhirnya terbersit keinginan untuk tinggal. Terlalu lama aku tersesat, hingga lupa bagaimana membedakan pulau yg telah berpenghuni dan pulau yg masih mungkin untuk aku tinggali.
Jika saja aku tidak terlalu lemah, maka aku pastikan untuk tinggal dan menakhlukan pulau ini, mengusir penghuninya untuk pergi menjelajah ribuan pulau-pulau lain yang tidak pernah menarik biduk ini untuk terdampar. Namun tidak, aku telah terlalu tua untuk berjuang.
Seperti kata-kata dalam kisah ini yg terlalu cepat berganti, demikian dengan hati ini. Satu debur ombak lalu aku berfikir untuk pergi, namun satu debur ombak kemudian aku mulai ragu.
Pada titik ini, aku mungkin hanya akan berhenti berkisah. Melebur bersama pekat malam tak berbintang..
0 komentar:
Posting Komentar